- PENDAHULUAN
Sengketa klaim asuransi merupakan salah satu isu sentral dalam praktik hukum asuransi di Indonesia. Banyak sengketa tidak timbul dari ketidakadaan jaminan, tetapi dari perbedaan interpretasi atas klausula polis. Polis sebagai perjanjian baku (standard contract) sering kali ditulis secara singkat, teknis, dan mengadopsi istilah internasional sehingga menimbulkan multitafsir. Oleh karena itu, pemahaman mengenai aturan penafsiran perjanjian dalam KUH Perdata sangat penting, terutama Pasal 1345, 1347, dan 1349.
- SUMBER TIMBULNYA PERBEDAAN INTERPRETASI DALAM POLIS ASURANSI
- Klausula Multitafsir
Banyak klausula disusun secara singkat, misalnya: “sudden and unforeseen damage”, “reasonable precautions”, atau “faulty workmanship”.
- Pengecualian (exclusion) yang tidak dijelaskan
Contoh: pengecualian “mechanical or electrical breakdown” tanpa definisi rinci.
- Penggunaan istilah teknis
Misalnya “perils of the sea”, “latent defect”, “general average”.
- Polis mengadopsi wording internasional
Seperti ITC/ICC, IAR, atau standard marine clauses.
- Kurangnya penjelasan saat placement
Tertanggung sering tidak memahami makna teknis dan yuridis klausula.
- KERANGKA PENAFSIRAN PERJANJIAN DALAM KUH PERDATA
A. Pasal 1345 KUH Perdata – Penafsiran Agar Perjanjian Dapat Dilaksanakan
Bunyi pasal:
“Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberi berbagai tafsiran, maka harus dipilih tafsiran yang memungkinkan perjanjian itu dilaksanakan.”
Makna dalam konteks asuransi:
- Jika klausula tidak jelas, harus dipilih interpretasi yang memberi efektivitas pada polis.
- Tidak dibenarkan menafsirkan polis dengan cara yang menghilangkan manfaat perlindungan.
- Prinsip ini sejalan dengan asas efektivitas kontrak (effet utile) dalam hukum kontrak internasional.
Contoh:
Istilah “accidental damage” tidak didefinisikan secara ketat. Jika terjadi kerusakan akibat kelalaian manusia yang tidak disengaja, penafsiran Pasal 1345 mengarah pada jaminan tetap berlaku.
B. Pasal 1347 KUH Perdata – Kebiasaan dan Kepatutan sebagai Bagian dari Perjanjian
Bunyi pasal:
“Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas disebutkan, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.”
Makna dalam asuransi:
- Mengikatkan para pihak pada **praktik umum industri asuransi**.
- Memungkinkan penggunaan standar internasional (market usage).
- Memberi ruang bagi interpretasi berdasarkan teknik underwriting, doktrin hukum asuransi, dan praktik klaim.
Contoh penerapan kebiasaan:
- Istilah “perils of the sea” dalam polis Marine Hull: merujuk kebiasaan global bahwa harus ada kejadian eksternal, tidak normal, dan bersifat kecelakaan.
- Prinsip utmost good faith (uberrimae fidei), meskipun tidak ditulis di polis.
C. Pasal 1349 KUH Perdata – Penafsiran Menguntungkan Penerima Manfaat
Bunyi pasal:
“Jika ada keraguan mengenai kata-kata dalam perjanjian, maka perjanjian harus ditafsirkan untuk kerugian orang yang membuatnya dan untuk keuntungan orang yang menerima manfaat darinya.”
Makna dalam asuransi:
- Polis adalah perjanjian baku yang disusun sepihak oleh penanggung.
- Jika terjadi ambiguitas, interpretasi harus menguntungkan tertanggung.
- Pasal ini sejalan dengan doktrin **contra proferentem** dalam hukum asuransi internasional.
Contoh:
Jika pengecualian “wear and tear” dapat ditafsirkan sempit atau luas, maka tafsir sempit yang menguntungkan tertanggung harus dipilih.
- LANGKAH-LANGKAH YURIDIS DALAM MENAFSIRKAN POLIS ASURANSI
Dalam penyelesaian sengketa, majelis biasanya melalui tahapan berikut:
- Penafsiran gramatikal
Menelaah teks polis secara tekstual.
- Penafsiran sistematis
Membaca klausula dalam konteks keseluruhan polis.
- Penafsiran historis
Melihat background placement dan korespondensi pihak.
- Penafsiran berdasarkan kebiasaan (Pasal 1347)
Menggunakan referensi industri asuransi.
- Penafsiran fungsional dan efektivitas kontrak (Pasal 1345)
- Penafsiran menguntungkan tertanggung (Pasal 1349)
Jika seluruh metode sebelumnya masih menimbulkan keraguan.
- CONTOH KASUS NYATA (SKENARIO)
Kasus: Kerusakan Mesin Kapal (Machinery Breakdown Marine Hull)
Fakta:
- Mesin kapal rusak tiba-tiba saat operasi.
- Penanggung menolak klaim dengan alasan “wear and tear”.
- Tertanggung berpendapat kerusakan terjadi mendadak (sudden).
Analisis:
- Pasal 1345 → polis harus tetap dapat dijalankan
Jika rusak mendadak, tidak dapat dikategorikan wear and tear biasa.
- Pasal 1347 → kebiasaan pasar
Dalam market practice, kerusakan mendadak sering ditafsirkan covered.
- Pasal 1349 → ambiguitas ditafsirkan menguntungkan tertanggung
Jika kerusakan bisa masuk dua kategori, tafsir yang menguntungkan tertanggung dipilih.
Penutup:
Klaim cenderung diterima berdasarkan prinsip interpretasi perjanjian.
- IMPLIKASI PRAKTIS BAGI PENANGGUNG DAN TERTANGGUNG
- Bagi Penanggung:
- Harus memperjelas wording polis.
- Berikan penjelasan lengkap saat placement agar tidak dianggap melanggar asas kejujuran.
- Hindari klausula multitafsir.
- Bagi Tertanggung:
- Wajib membaca dan memahami wording polis.
- Jika terdapat istilah teknis, minta definisi atau penjelasan tertulis.
- Mengarsipkan seluruh korespondensi untuk mendukung interpretasi historis.
- KESIMPULAN
Perbedaan interpretasi adalah penyebab utama sengketa klaim asuransi. Namun, KUH Perdata telah menyediakan tiga pilar penting penyelesaian: Pasal 1345, 1347, dan 1349. Ketiganya memberikan perlindungan kuat bagi tertanggung dan memastikan polis ditafsirkan secara adil, rasional, dan sesuai kepatutan. Pemahaman mendalam atas ketiga pasal ini sangat penting bagi praktisi asuransi, pengacara, dan pelaku industri dalam penyelesaian sengketa klaim.